Jumat, 31 Juli 2015

FATWA BERCUKUR GUNDUL

Tidak ada komentar:
Gambar hanya Ilustrasi

Terus terang, saya orangnya rasionalis, tidak suka mengekor seseorang juga tidak pernah memuja sebuah golongan. Golongan manapun yang menurut saya pendapatnya rasional, maka pendapat itu benar. Tapi kalau pendapatnya salah, ya salah.

Banyak yang bilang bahwa saya terindikasi Wahabi, itu terserah saja sebab masing-masing orang punya hak berbicara. Toh saya pribadi tidak merasa berada di golongan manapun, asal dia benar dengan hujjahnya benar maka saya benarkan (pendapatnya bukan golongannya).Kalau  salah, ya saya salahkan.

Kali ini saya akan membahas “ketidak jujuran” atau bisa jadi “ketidak cermatan” analisis seorang “Syaikh” yang konon menulis buku sangat ilmiah (menurut pemujanya), cuma disayangkan keilmiahan itu harus di lemparkan kebelakang ketika testimoninya mencatut 2 tokoh besar (KH. Dan Muhammad Arifin Ilham) yang ketika di konfirmasi kedua tokoh tersebut tidak tahu menahu tentang buku tersebut. 

Rasional-nya, jika jilidnya aja bohong, apa isinya masih bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Buat yang memang memuja beliau (Idahram) silakan saja, membuat 1001 alasan. Namun buat saya, kebohongan tetap kebohongan sekecil apapun itu. Dan motorik analis jiwa saya berkata, pencatutan itu untuk mendongkrak penjualan buku, kentungannya bisa buat makan anak istri. Isi perut pada akhirnya....

 
Dalam web berjudul : TRADISI DUSTA FIRANDA ANDIRJA menuliskan bahwa tuduhan Firanda terhadap Idahram sebagai manusia busuk tidaklah beralasan, justru Firanda sendirilah yang menampar muka dirinya, ulamanya dan universitas tempat dia menuntut ilmu.

Hal tersebut berkenaan dengan fatwa “bercukur gundul” syaikh Ibn Wahb berikut :

“…Karena menggundul kepala adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami.  Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami –baca: orang-orang Islam selain Wahabi– tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”

http://iucontent.iu.edu.sa/Shamela/Categoris/الفتاوى/مجموعة الرسائل والمسائل النجدية(الجزء الرابع، القسم الثاني)/380.html”

Tentu kalau cuma fatwa begini tidak perlu ada pertentangan, tapi menjadi lain ketika dihubungkan dengan hadits “Akan ada suatu kaum yang membaca Qur’an tidak sampai ketenggorokan, mereka keluar dari Islam, ciri mereka adalah GUNDUL”.

Idahram menukil fatwa syaikh Ibn Wahb tersebut lantas membuat kesimpulan, bahwa pendiri Wahabi mengatakan bahwa “gundul adalah tradisi kami, dan yang tidak gundul adalah orang-orang bodoh”.. berarti Wahabi-lah yang dimaksud oleh hadits tersebut. (Dan sudah saya buktikan, bahwagundul bukan satu-satu ciri untuk menilai siapa kaum yang dimaksud hadits itu.Klik saja)

Fatwa itu dipotong seolah-olah Ibn Wahb mengatakan seperti itu, namun untunglah Allah memberi bukti lebih lanjut sehingga menggerakan tangan Pecinta Idahram (Idrahamisme) untuk menulis utuh isi kitab itu sehingga bisa saya analisa kalimatnya.

KALIMAT UTUH

Berikut kalimat utuh dari kitab Da’awa al-Munawi`in li Da’wah asy-Syaikh Muhammad ibni Abdil Wahhab

“Dan Syaikh Abdul Aziz ibnu Hamad –cucu Ibnu Abdul Wahab (pendiri Wahabi)– menjelaskan dalam jawabannya tentang sebagian dari hukum-hukum mencukur rambut kepala. Dia menyebutkan sebab mencukur rambut bagi mereka di negeri Najd, maka Syaikh Abdul Aziz rahimahullah mengatakan:

‘Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu –yakni pembicaraan tentang cukur botak– adalah larangan mencukur sebagian (rambut) dan meninggalkan sebagiannya. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah Nabi. Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur (botak) ketika dia masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus mencukur (botak) adalah sunnah. Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman) kepada orang yang tidak mencukur botak dan mengambil hartanya maka tidak boleh dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak dilarang (oleh agama). Adapun yang melarangnya (dari meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami –baca: orang-orang Islam selain Wahabi– tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”

Dan berikut dari kitab al-Jawahir al-Mudhi`ah

“Pembahasan:

Adapun pertanyaan ke-5 tentang mencukur (gundul) rambut kepala? 

Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu –yakni pembicaraan tentang cukur gundul– adalah larangan mencukur sebagian (rambut) dan meninggalkan sebagiannya. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan oleh hadis Nabi yang shahih. 

Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur (gundul) ketika dia masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus mencukur (gundul) adalah sunnah. 

Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman) kepada orang yang tidak mencukur gundul dan mengambil hartanya maka tidak boleh dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak dilarang (oleh agama). Adapun yang melarangnya (dari meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami (baca: orang-orang Islam selain Wahabi) tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”

ANALISA SAYA

Berikut hasil analisa saya terhadap ucapan Syaikh Ibn Wahb dalam kitab tersebut. Saya buat pernomor biar mudah difahami. Dan saya tulis kata “Tidak menggundul” dengan kata “Memendekan rambut”, biar simpel dan nggak njlimet bahasanya.

Biru = Kalimat asli

Hijau = Bahasa sederhana-nya

Hijau muda = penjelasan saya

1. Maka yang ditunjukan oleh pembicaraan-pembicaraan itu –yakni pembicaraan tentang cukur botak– adalah larangan mencukur sebagian (rambut) dan meninggalkan sebagiannya. 

1.Mencukur rambut kepala sebagian dan membiarkan sebagian, hukumnya dilarang (haram). 

2. Adapun meninggalkan mencukur seluruhnya maka tidak mengapa jika manusia memandang itu baik, sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah Nabi. 

2. Tidak digundul (cuma memendekkan rambut) hukumnya boleh seperti ada dalam hadits. 

3. Adapun hadis Kulaib (tentang mencukur seluruh rambut kekufuran) maka hal itu menunjukan kepada perintah mencukur (botak) ketika dia masuk Islam, jika hadis itu shahih. Dan tidak menunjukan kepada terus menerus mencukur (botak) adalah sunnah. 

3. Adapun hadits menggundul kepala ketika masuk islam, merupakan perintah (yang wajib dilakukan) jika hadits itu shahih. Bukan berarti harus terus-terusan menggundul kepala gundul, hukumnya adalah sunnah.

4. Adapun memberikan ta’zir (celaan dan hukuman) kepada orang yang tidak mencukur botak dan mengambil hartanya maka tidak boleh dan dilarang pelakunya dari hal itu, karena meninggalkan cukur botak tidak dilarang (oleh agama). 

4. Dilarang men-ta’zir (menghukum atau mencela) orang yang tidak mau di cukur gundul, karena memendekan rambut tidaklah dilarang (tidak haram)

5. Adapun yang melarangnya (dari meninggalkan botak) adalah penguasa (kami), karena cukur botak adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh di antara kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan anjuran, bukan larangan haram, sebagai langkah preventif. 

5. untuk memahami point ini, silakan hilangkan kata-kata dalam kurung diatas. 

Jika penguasa (pemerintah) melarang rakyatnya memendekan rambut (jadi pemerintah mewajibkan rakyatnya untuk gundul : ceritanya) dengan alasan bahwa gundul adalah tradisi negara kami dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang bodoh (pemberontak). Maka ini hukumnya adalah larangan anjuran (dari pemerintah) bukan larangan haram menurut agama.

Dengan kata lain, menuruti aturan pemerintah lebih utama untuk langkah preventif (jaga-jaga) dari kezaliman penguasa. Kasarnya, lebih baik digundul daripada di jeblosin ke penjara.

6. Juga karena orang-orang kafir di zaman kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan).”

6. Ini kata-kata kelanjutan dari point 5, sehingga tidak bisa dipisah. Sebab tidak diakhiri penentuan hukum disini. Kalimat  (yang ini hukumnya haram) adalah tambahan si penerjemah. Dan ada kata sambung “JUGA”

....Atau pemerintah ber-alasan, bahwa memendekan rambut adalah menyerupai orang-orang kafir di negara ini, sehingga barangsiapa yang tidak menggundul kepalanya berarti dia telah menyerupai orang-orang kafir tersebut. 

Sebab ini point sambungan, maka hukumnya sama dengan No.5 bahwa lebih utama di gundul saja (ikut anjuran pemerintah) untuk jaga-jaga (langkah preventif) dari kedzaliman pnguasa.

Bagaimana, mudah difahami kan?

Membaca dengan penuh kedengkian, tentu akan menghilangkan keinginan untuk menganalisa sehingga memutuskan pun cenderung terburu-buru.

Pembebek Idahram sering membangga-banggakan bahwa bukunya Ilmiah (ilmiah dusta-nya), harusnya melakukan kunjungan dulu ke Universitas Madinah. Ngobrol-ngobrol dulu dengan syaikh disana tentang fatwa tersebut, maksud, makna dan tujuannya. barulah bisa di katakan ilmiah.

Selain ngaku-ngaku imiah, Idahram juga ngaku-ngaku SYAIKH.... orang Betawi bilang, “bujug buneg... busyet dah, umat sebelumnye aje kagak kenal. Ujug-ujug nongol bergelar Syaikh....”

Maaf bukan mau menghina, tapi ketidak jujurannya memuat saya ilang feeling, dan tidak sepatutnya seorang pendakwah melakukan itu. Mau apapun aliran dia, berbohong bukanlah cara yang terpuji.

Allahu ‘alam.. semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top